Kultum Tentang Syariat dan Hakikat Shaum
Diposting oleh :
M Delfi Saputra | Dirilis :
05.32 | Series :
“Yaa ayyuhal
ladziina aamanuu kutiba ‘alaikumush shiyaamu kamaa kutiba ‘alal ladziina min
qablikum la’allakum tattaqquun”, “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu shaum sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al Baqarah, 2 : 183)
Seruan ayat di
atas khususnya ditujukan hanya bagi orang-orang yang beriman. Ini bermakna bahwa
tidak ada arti apa-apa bagi amal seseorang jika dilakukan tidak berdasar iman.
Betapapun mulianya amal perbuatan seseorang, kalau dilakukan tanpa dasar iman
dengan niat semata-mata ingin mencapai ridha Allah, maka sia-sialah amalnya
itu, dia tidak menjadi amal yang shaleh di hadapan Allah SWT.
Adapun ciri-ciri
orang yang beriman cukup banyak dipaparkan dalam Al Qur’an, salah satu di
antaranya sebagaimana dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada
jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” (Al Hujuraat, 49 : 15).
Berkaitan dengan
Ramadhan, ada beberapa hadits yang patut kita simak. Di antaranya dalam
sabdanya: “Jika tiba bulan suci Ramadhan maka dibukalah oleh Allah pintu-pintu
surga (rahmat Allah) dan ditutuplah rapat-rapat pintu neraka dan syaitan pun
dibelenggu” (HR. Bukhari). Maknanya, bahwa dalam bulan Ramadhan, Allah SWT memberikan
peluang bagi setiap orang yang mau melaksanakan ibadah dengan Allah membuka
selebar-lebarnya jalan masuk syurga dan seakan-akan tertutuplah baginya untuk
masuk pintu neraka Jahannam.
Untuk memudahkan
orang-orang memasuki pintu syurga, maka selama bulan Ramadhan Iblis pun
dibelenggu oleh Allah. Mereka tidak diberi kesempatan oleh Allah untuk menggoda
manusia agar manusia lebih mudah lagi menuju syurga. Bila syaitan selama bulan
Ramadhan dibelenggu, maka saat itu pula semoga kita bisa introspeksi diri kita,
siapa sebenarnya diri kita ? Karena ada di antara saudara kita yang melakukan
perbuatan maksiat di luar bulan Ramadhan sering pula dia berdalih menyalahkan
syaitan, karena syaitanlah yang menjerumuskannya.
Dalam hadits
lain, dari Abu Hurairah ra. berkata: Nabi Saw. bersabda: “Setiap amal
Bani Adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan sepuluh kali lipat sampai
tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman: “kecuali shaum, shaum itu untuk-Ku dan
Aku-lah yang akan memperhitungkannya” (HR. Muslim) Kenapa
Allah SWT sampai harus menyatakan, bahwa shaum itu khusus untuk-Ku ? Padahal
semua ibadah yang kita lakukan dalam kehidupan ini semuanya hanya untuk Allah.
Memang, semua ibadah yang kita lakukan adalah untuk Allah, tapi mungkinkah
seseorang itu shalat, berzakat, menunaikan haji dan bersedekah bukan karena
Allah? “Sangat mungkin”. Tapi sangat kecil kemungkinan seseorang itu shaum
bukan karena Allah.
Dalam lanjutan
haditsnya, lalu Allah SWT menjanjikan bagi seseorang yang bisa mencapai hakikat
shaum, dikatakan bahwa dia akan memperoleh “dua” kebahagiaan atau kenikmatan.
Kenikmatan pertama, dia akan memperoleh kebahagiaan atau kenikmatan saat
berbuka. Kenikmatan ini bisa diperoleh seseorang yang shaum setelah dari terbit
fajar hingga terbenam matahari bisa mengendalikan hawa nafsu dari perbuatan
yang tidak diridhai Allah. Kenikmatan kedua, orang yang bisa mencapai
hakikat shaum dijanjikan Allah di akhirat kelak dia bisa berjumpa dengan Allah.
Pada ujung
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini dinyatakan bahwa “bau mulut orang
yang sedang shaum itu di sisi Allah lebih wangi daripada minyak kasturi”.
Pernyataan Allah SWT yang seperti ini menunjukkan bahwa setiap orang yang shaum
dan shaumnya baik dan benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah Saw, maka semua
aspek kehidupannya dihargai oleh Allah. Dari mulai ucap, sikap dan perilakunya
akan bernilai di sisi Allah SWT. Kenapa bisa disimpulkan demikian ? Karena bau
mulut seorang yang sedang shaum saja bernilai.
Dalam hadits
lain dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Bukhori, Rasulullah Saw
menyatakan, “Barang siapa yang tidak bisa menahan diri dari ucapan-ucapan yang
keji atau melakukan perbuatan yang keji, maka tidak ada kepentingan bagi Allah
dia menahan diri dari lapar dan dahaga”. Syariat shaum di antaranya adalah
menahan diri dari makan dan minum yang halal, sebab dari yang haram seseorang
sudah pasti harus “shaum” (menahan diri) seumur hidup. Agar seseorang bisa
menahan diri dari yang haram seumur hidup, maka dilatihlah ia oleh Allah selama
bulan Ramadhan dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan bershaum dari
hak milik sendiri yang halal. Maka apa artinya shaum dari yang halal, kalau
sepanjang hari melakukan yang haram dengan mengucapkan kata-kata yang keji,
misalnya.
Adakah maksud
tertentu di balik perintah “Shaum” (menahan diri) untuk menikmati sesuatu yang
halal dari terbit fajar hingga terbenam matahari ? Padahal, yang akan dinikmati
itu adalah milik sendiri yang halal. Maksud dari latihan selama sebulan “Shaum”
dari yang halal itu adalah diharapkan sebelas bulan berikutnya di luar bulan
Ramadhan semestinya bisa dan mampu shaum untuk menahan diri dari yang haram.
Inilah sebenarnya hakikat shaum yang dikehendaki oleh Allah yang jika dipenuhi
oleh setiap Mu’min, dipastikan ia akan mencapai derajat termulia di sisi Allah
SWT yakni Muttaqien sebagai buah dari shaumnya (Q.S. Al Baqarah, 2 : 183).
Agar kita
mencapai derajat Muttaqien (Q.S. Al Hujuraat, 49 : 13) kita dituntut menunaikan
amal ibadah termasuk di dalamnya ibadah shaum dengan penuh kesungguhan sehingga
kita tidak sampai terancam oleh peringatan Rasulullah Saw yang dalam haditsnya
menyatakan, “Alangkah banyaknya orang yang melakukan ibadah shaum, mereka tidak
memperoleh apa-apa dari shaumnya kecuali lapar dan dahaga” (HR. Ahmad dan
Hakim). IniIah yang mesti kita khawatirkan, bagaimana agar jangan sampai kita
masuk golongan mayoritas orang yang shaum tapi tidak sampai kepada tujuan shaum
yang menjadikan kita insan yang muttaqien.
Semoga ibadah
Ramadhan kita kali ini dapat mengantarkan kita untuk dapat memenuhi
kriteria-kriteria takwa yang telah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Amin!
Wallahu a’lam
bish-shawab